Dahulu kala di Tibet…
Ada
seeorang bernama Adiba, setiap kai ia bertengkar dan marah pada orang,
dengan segera ia akan lari pulang dan lari mengelilingi rumah dan
tanahnya sebanyak 3 kali, kemudian duduk tersengal-sengal.
Adiba
sangat rajin bekerja, rumahnya makin lama makin besar, tanah makin
luas, namun tak peduli berapa besar rumah dan tanahnya, setiap
bertengkar atau marah, ia tetap akan berkeliling rumah dan tanahnya 3
keliling.
Semua
orang heran mengapa Adiba setiap kali marah akan berlari 3 keliling
melingkari rumah dan tanahnya, namun bagaimanapun ditanya, Adiba tak
bersedia menjelaskan.
Hingga
suatu saat ketika Adiba beranjak tua, rumah dan tanahnya makin luas,
saat marah dengan memegang tongkat ia mengelilingi rumah dan tanahnya,
hingga ia selesai, matahari telah terbenam……….
Adiba
duduk sendiri tersengal-sengal nafasnya, cucunya duduk disebelah dan
memohonnya : kakek, usiamu telah lanjut, sekitar area ini juga tak ada
seorangpun yang memiliki tanah seluas milikmu, jangan seperti dulu lagi
setiap marah berkeliling 3 putaran. Bolehkah kau katakan padaku rahasa
ini? Adiba tak tahan mendengar permohonan cucunya, akhirnya
diungkapkanlah rahasia yang selama ini terpendam dalam hatinya.
Ia berkata : ketika aku muda dan setiap bertengkat, berdebag dan marah, kemudian berlari keliling 3 putaran, sambil berlari sambil aku berpikir, rumah dan tanahku demikian kecil, mana aku ada waktu dan mana aku punya hak marah pada orang lain ?
Ia berkata : ketika aku muda dan setiap bertengkat, berdebag dan marah, kemudian berlari keliling 3 putaran, sambil berlari sambil aku berpikir, rumah dan tanahku demikian kecil, mana aku ada waktu dan mana aku punya hak marah pada orang lain ?
Berpikir demikian, maka hilanglah amarahnya, dan waktunya dipergunakan untuk berjuang dan berusaha bekerja
Cucu bertanya lagi : Kakek, umurmu sudah lanjut, juga sudah menjadi orang terkaya, mengapa masih lari berkeliling demikian?
Adiba
dengan tersenyum berkata : sekarang aku masih bisa marah, saat marah
sambil berjalan keliling 3 putaran sambil berpikir, rumah dan tanahku
sudah sedemikian luas, untuk apa aku berperhitungan dengan orang lain,
maka hilanglah amarahku.
Releksi :
Setiap mawar berduri, sama seperti sifat dalam setiap diri manusia, ada sebagian hal yang tak dapat kau tahan/sabar.
Melindungi
sekuntum bunga mawar, tidak harus menghilangkan durinya, hanya bisa
belajar bagaimana tidak terluka oleh durinya, masi ada lagi, yaitu
bagaimana tidak membiarkan duri kita melukai orang yang kita cintai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar